Selamat Datang di Catatan Perjalan Si Tukiang Tipu

Semua orang memiliki cerita dalam hidupnya termasuk saya dan ini cerita saya seorang penipu yang suka jalan-jalan :)

Jumat, 02 Maret 2012

Wisata Batu Caves - Malaysia ( HU Pikiran Rakyat 27 Feb 2012)

Batu Caves Selangor – Warisan Budaya India di Tanah Melayu

( Patung Dewa Murugan Tertinggi di Dunia)

Penduduk Malaysia terdiri dari berbagai bangsa, salah satunya masyarakat berdarah India yang menjadi etnis terbesar ke empat dengan populasi hampir 1,87 juta orang. Mereka berasal dari suku Tamil,Malayam,Punjab dan Gujarat. Menurut catatan sejarah keberadaan etnis India sudah dimulai pada saat Semenanjung Malaya belum berbentuk negara seperti sekarang ini.

Pada saat itu wilayah Kedah yang dalam bahasa sanskerta disebut Kataha berada di jalur serbuan para pedagang dan raja – raja India. Pada tahun 1025 Kedah ditaklukan oleh Kaisar Tamil bernama Rajendra Chola. Selama milenium pertama masyarakat di Semenanjung Malaya mengadopsi budaya Hindu – Budha yang berasal dari India serta menggunakan bahasa sanskerta sampai masuknya Islam pada abad ke empat belas.

Runtuhnya Kekaisaran Chola tidak dengan serta merta memutuskan arus kedatangan orang – orang India ke negeri Malaya ,tetapi malah semakin bertambah besar jumlahnya terutama pada saat pendudukan bangsa Eropa di negeri itu. Diawali dengan penyerangan kesultanan Melaka oleh Portugis pada tahun 1511. Diantara para prajurit Portugis terdapat orang – orang India dengan jumlah kurang lebih enam ratus orang.

Fase puncak migrasi orang India ke Tanah Melayu terutama terjadi ketika masa pemerintahan kolonial Kerajaan Inggris yang dimulai sejak tahun 1826 dengan dibentuknya Koloni Mahkota yang terdiri atas Pulau Penang, Melaka, Singapura dan Pulau Labuan . Menjelang abad ke sembilan belas di Malaya terjadi kekurangan tenaga kerja untuk bidang perkebunan dan pertambangan. Hal ini menyebabkan pemerintah Inggris mendatangkan imigran Tionghoa dan India untuk dipekerjakan pada sektor tersebut.

Para imigran yang berasal dari Tiongkok dan Hindustan membawa serta kebudayaan dan kepercayaan asli mereka. Dibuktikan dengan berdirinya beragam tempat Ibadah baik itu kelenteng ataupun kuil. Mereka tinggal dan mewarnai corak kehidupan di  tanah Melayu sampai berdiri Negara Federasi Malaysia .

Bagi orang India yang sebagian besar menganut agama Hindu tidak dapat dilepaskan dari tradisi pemujaan terhadap dewa – dewi dalam ajaran Hinduisme . Hal tersebut oleh para penganutnya diekpresikan dengan membangun kuil – kuil indah yang dipersembahkan bagi para dewa di kahyangan.

Salah satu warisan budaya India berbentuk kuil Hindu yang paling terkenal dan menjadi daya tarik wisata di Malaysia adalah “Batu Caves“.  Terletak di distrik Gombak – Selangor yang berjarak 13 KM arah utara Kuala Lumpur. Nama asli dari kuil tersebut adalah Batumalai Sri Subramaniar Swamy Devasthanam, tetapi penduduk lokal dan para wisatawan lebih mengenalnya dengan nama Batu Caves karena kuil tersebut dibangun pada sebuah gua yang berada di salah satu dinding bukit kapur.

Akses transportasi umum menuju batu caves sangat mudah karena terdapat kereta api commuter line dengan rute KL sentral - batu caves. Dari bangunan stasiun kereta batu caves sudah terlihat gugusan bukit kapur yang menjulang tinggi . Jangan pernah menganggap batu caves berada di daerah terpencil karena sebenarnya bukit kapur tersebut berada di tengah keramaian kawasan penduduk Selangor.

Kompleks batu caves terdiri dari tiga gua utama dan beberapa gua kecil. Gua yang terbesar disebut "Gua Kuil",memiliki tinggi 100m dan pada beberapa bagian dinding gua terdapat patung para tokoh berdasarkan mitologi India. Panorama di bagian dalam gua cukup indah dengan adanya batuan stalaktit serta cahaya matahari yang masuk melalui celah – celah gua, sehingga memancarkan suasana sakral dan khidmat.
Meskipun bukan penganut Hindu para pendeta dengan ramah mengajak para wisatawan untuk ikut serta dalam ritual dan memberikan tanda merah pada dahi.




Untuk mencapai gua kuil para wisatawan harus menaiki 272 buah anak tangga dengan kemiringan 45 derajat, ketika menaiki tangga pengunjung harus berhati-hati karena terdapat ratusan ekor monyet yang terkadang mencakar dan merebut barang bawaan secara tiba-tiba.

Pada bagian depan tangga utama menuju gua kuil berdiri dengan gagah ikon dari batu caves yaitu patung Dewa Murugan berwarna emas setinggi 42,7 meter. Patung yang diresmikan pada januari 2006 ini menjadi patung Dewa Murugan tertinggi di dunia. Sedangkan di samping kiri terdapat bangunan kuil pemujaan untuk Dewa Ganesha dengan arsitektur khas India.

Gua Ramayana terletak pada dinding bukit bagian kiri. Menuju gua ramayana para pengunjung akan menyaksikan patung Hanoman berwarna hijau dengan posisi tangan mengepal di dada. Patung Hanoman dengan tinggi 15 meter tersebut berdiri di depan kuil yang dipersembahkan baginya. Dalam mitologi Hindu, Hanoman yang digambarkan berwujud seekor monyet telah berjasa menyelamatkan Dewi Shinta dari tangan raksasa jahat bernama Rahwana. Semua kisahnya tergambar pada alur dinding gua Ramayana.
Selain itu masih ada dua bagian gua lain yang digunakan sebagai galeri seni dan museum.

Kuil Batumalai Sri Subramaniar Swamy Devasthanam atau batu caves dibangun pada tahun 1890 oleh seorang pedagang India bernama K.Thamboosamy Pillai. Beliau juga yang membangun Kuil Sri Mahamariamman di kawasan pecinan Kuala Lumpur. Awalnya tangga menuju gua kuil hanya terbuat dari kayu dan pada tahun 1920 digantikan dengan tangga batu seperti sekarang.

Batu caves ramai dikunjungi pengunjung baik lokal maupun manca negara pada saat bulan januari atau februari bertepatan dengan festival Thaipusam. Salah satu ritual keagamaan yang sangat penting bagi penganut Hindu terutama dari suku Tamil. Orang – orang India tidak hanya datang dari segala penjuru Malaysia tetapi juga dari negara lain seperti Singapura dan Malaysia.

Pemerintah Malaysia sangat menjaga serta melindungi kawasan bukit kapur serta kuil – kuil yang terdapat didalamnya karena menjadi daya tarik wisata dan warisan budaya India di tanah Melayu.

Senin, 25 Juli 2011

#CSIF2011 Bandung Heritage Walk - Menyusuri Jejak Sejarah Kota Bandung Part-I

#CSIF2011 Berani Berbagi.

CouchSurfing Indonesia Festival atau CSI Festive merupakan hajatan besar CouchSurfing Indonesia dalam rangka ajang silaturahmi yang mempertemukan para CouchSurfers se-nusantara dan bahkan banyak pula peserta yang hadir dari negara lain.

Masih terekam dengan jelas kenangan dan pengalaman luar biasa ketika mengikuti CSI Festive 2010 terutama perjuangan bersama kawan-kawan CS'ers Bandung dari mulai membuat konsep acara,Latihan menari,latihan bermain angklung,menyusun booklet sampai akhirnya sukses menginvasi Jakarta,menggoyang monas dengan tari jaipongan dan salsa.

Setelah sukses dengan CSI Festive 2010 yang mengusung tema "Buka Pintu Silaturahmi Indonesia" serta berhasil mempertemukan para CouchSurfers dari berbagai kota di Indonesia dan beberapa negara selama seminggu penuh di Jakarta dalam sukacita dan persahabatan.

Tahun ini kembali diselenggarakan CouchSurfing Indonesia Festival #CSIF2011 dengan mengusung tema berani berbagi,konsep di tahun ini sedikit berbeda dengan tahun sebelumnya dimana lokasi acara di laksanakan di dua kota yaitu Jakarta dan Bandung.


Tema "Berani Berbagi" yang di usung pada penyelenggaraan CSI Fetive tahun ini bak sebuah Quo Vadis bagi kita semua terutama bagi diri gue sendiri ketika kondisi hidup semakin membentuk manusia menjadi individualis dan egosentrisme merajalela CoushSurfing mengajak setiap lapisan masyarakat untuk berani berbagi sesuai semangat yang menjadi fondasi komunitas ini dan hasilnya luar biasa banyak sekali individu,komunitas dan perusahaan yang berani berbagi.
Berarti semangat untuk berbagi masih ada.


Dalam tulisan ini gue mau berbagi pengalaman mengikuti salah satu rangkaian #CSIF2011 yaitu Bandung Heritage Walk.


Foto-foto dalam tulisan ini di ambil dari koleksi milik Dion (Yogyakrta) dan Phebe Wibisana (Bandung) atas seizin mereka sebagai pemilik foto.

Saatnya Berbagi.

Sebenarnya gue gak termasuk dalam bagian dari tim CSI Festive Bandung,karena memang gue gak pernah sekalipun nunjukin batang hidung gue selama kawan-kawan CS'ers Bandung sibuk mempersiapkan acara.Gue cuma menjadi penonton dan ngikutin mereka "bergerilya" di dunia maya.Gue cuma diem dan gak bertindak,bersembunyi di balik berbagai alasan masalah pribadi,padahal kawan-kawan gue disana mau berbagi waktu,tenaga,dan pikiran di tengah kesibukan dan urusan pribadi mereka.
Yaa...mendukung dalam doa saja sudah cukup pikir gue saat itu karena ada istilah "Kuasa doa itu lebih dahsyat" hehehe... *ngeles mode on.

Namun suatu saat...

Sore hari di kala Bandung lagi di guyur hujan deres,gue mutusin untuk dateng ke acara "Angklung Time" di Braga City Walk,yang merupakan salah satu rangkaian acara CSIF 2011 di Kota Bandung.
Alasannya sederhana supaya bisa ikutan berbagi..berbagi waktu gue sebagai penonton acara tersebut :D

Tetapi ternyata eeee...ternyata pas ketemu sama saudara Andhika Panduwinata alias Pandu gue malah di minta untuk jadi guide acara Bandung Heritage Walk besoknya.
Padahal niatnya gue cuma mau dateng hari itu saja sebagai penonton.

hhmmm....

Tanpa pikir panjang akhirnya gue memutuskan untuk menerima tawaran dari pandu sebagai guide,mungkin ini saatnya bagi gue untuk berani berbagi secara nyata tidak hanya sebagai penonton atau “pendoa”.Ibarat moto hidupnya Santo Benediktus “Ora et Labora” “Berdoa dan Bekerja” tidak cukup hanya “Ora” tapi juga harus bertindak.

Sesampainya di rumah dengan sok tahu gue langsung buka-buka catatan Bandung Heritage Explore tahun lalu bersama Yasiraty Ilyas (Alm),Oky Dwi Oktapianty, dan Sonnens Vamberaldy dalam rangka membuat CSI Festive booklet dengan harapan bahwa apa yang akan jadi agenda acara besok sama dengan bayangan gue.

Tetapi tengah malam ada SMS masuk dari Pandu yang mengatakan bahwa rute yang akan di tuju adalah “Jejak 10 stilasi Bandung Lautan Api”..Jleeggg...sontak gue harus surfing tengah malam mencari sumber sejarahnya untungnya gue pernah mempelajari mengenai 10 stilasi Bandung Lautan Api,sehingga gue gak begitu kesulitan.


Dan Perjalanan Panjangpun di mulai...

Bangun pagi ku terus mandi
Tidak lupa menggosok gigi
...

Pagi hari jam.05.30 gue bangun dan langsung masuk ke kamar mandi menyelesaikan ritual di kala sang surya terbit. Gak biasanya gue bangung sepagi ini karena sepanjang hidup gue 2 bulan terakhir baru bisa benar-benar mata melek itu kalau sudah lewat jam 10.00.
Selesai mandi gue harus buru-buru masak mie instan untuk sarapan dan berangkat awal berhubung rumah gue berada di pinggiran Bandung dan butuh waktu satu jam untuk sampai tempat meeting point di Balaikota Bandung.

Naik Kereta Api
Tutt...tutt..tutt..
Siapa hendak turun
Ke Bandung ... Surabaya
Bolehlah naik dengan percuma

Ibarat lagu sewaktu masih kecil,begitu lah keadaan gue berguncang di dalam kereta komuter menuju “Bandung” yaa... menuju Bandung karena gue orang Kabupaten Bandung :D
Yang jadi pertanyaan gue adalah sejak kapan kita “bolehlah naik dengan percuma” karena pada kenyataannya apabila kita kedapatan gak bayar alias kagak punya tiket bisa di denda tiga kali lipat harga tiket atau di turunkan secara tidak hormat.

Jam.09.20 menit acara "Bandung Heritage Walk" siap di mulai telat 20 menit dari rencana semula karena menunggu beberapa peserta yang belum muncul juga sampai pukul 09.00 tapi positifnya sebagian peserta bisa saling mengakrabkan diri satu sama lain dan sarapan dulu bagi yang tidak sempat mengisi perutnya dari rumah,repot juga kalau ada yang pingsan gara-gara kelaperan.
Gue sempat terdiam sejenak ternyata gue gak dapet fasilitas pengeras suara alias "TOA" dari si empunya acara yaitu Andhika Panduwinata (Pandu) dan Sufi Hamdan Mazida (Sufi) berarti gue harus teriak-teriak untuk bercerita kepada 23 orang peserta.


Bandung Heritage Walk

Secara umum gue membagi acara Bandung Heritage Walk hari itu menjadi kedalam dua bagian yang pertama adalah menjelajahi tempat - tempat heritage pada masa Bandung di bawah "asuhan" toean-toean dan njonja-njonja Belanda dan Bandung pada masa pasca kemerdekaan melalui penelusuran 10 stilasi Bandung Lautan Api.

Apa itu "10 stilasi Bandung Lautan Api"?
yaitu merupakan 10 monumen yang di bangun pada tahun 1997 oleh Komunitas Bandung Heritage yang melambangkan 10 titik "perhentian" dalam sejarah Bandung Lautan api.

Kira-kira seperti ini bentuknya tapi tanpa gelas pelastik tentunya

(Salah Satu stilasi Bandung Lautan Api Sumber Foto : Dion)
Nah...inti dari acara ini sebenarnya adalah menelusuri kesepuluh titik stilasi tersebut tapi gue memutuskan untuk tetap mengunjungi tempat-tempat heritage lainnya yang kebetulan satu arah dengan rute Bandung Trail.Itung-itung sekalian menambah wawasan tentang sejarah Kota Bandung.


Gedung Balai Kota Bandung

Tempat heritage yang pertama di kunjungi adalah meeting point sekaligus start point kami yaitu Balai Kota Bandung yang dahulunya merupaka gudang kopi.Dibangung pada tahun 1819 oleh Gubernur Van Den Cappelen atas usul dari seorang asisten residen bernama Dr.Andreas De Wilde,tetapi ada sumber sejarah lain yang mengatakan bahwa Gedong Papak (sebutan bagi balai kota yang artinya gedung datar) sudah berdiri sejak tahun 1810 ketika Bupati Bandung kala itu R.A.A Wiranata Kusumah II memindahkan pusat pemerintahan dari Dayeuh Kolot ke daerah di sisi sungai Cikapundung.

Setelah Bandung berubah status menjadi Gemente pada 1 April 1906 gudang kopi tersebut beralih fungsi menjadi Balai Kota yang di gunakan sampai sekarang.

(Sumber Foto : Dion)
Selain itu simbol dari gedung balai kota adalah patung badak putih yang berada di "Pieterspark" demikianlah dahulu taman balai kota diberi nama sebagai ungkapan terima kasih kepada walikota Bandung saat itu Pieter Sitjhoff yang sukses membangun kota Bandung,sekarang taman balai kota bernama taman Dewi Sartika tetapi orang-orang masih banyak yang menyebutnya dengan taman badak sesuai dengan sang badak yang tak lelah berdiri dengan gagahnya melalui berbagai masa.

Sebelum meninggalkan balai kota menuju tempat selanjutnya para peserta berfoto di depan patung badak putih sebagai ikon tempat itu.

(Patung Badak Putih Sumber Foto : Dion)
Jreenngg...Jrreeennggg ketika tengah asik berfoto ria tiba-tiba ada petugas Satpol PP menghampiri kami karena kami di sangka sedang berdemo hehehe.

Selesai berfoto setiap peserta dibagikan 10 eksemplar booklet CSI Festive 2011 untuk di berikan kepada masyarakat yang kami temui di sepanjang perjalanan dan yang paling utama para peserta mendapatkan sebotol "Nu Green Tea" sebagai senjata ampuh untuk penyegar dan pelepas dahaga di cuaca Bandung yang cukup panas.


( Bekal Nu Green Tea Sumber Foto : Dion)
Saatnya berangkat menuju titik perhentian berikutnya,siap-siap mata pegel yeee...baca tulisan gue seperti kita semua yang pegel jalan kaki 8 jam dari Balai Kota sampai Moch.Toha.


(Menuju Katedral Bandung Sumber Foto : Dion)
Gereja Katedral Santo Petrus

Selanjutnya kami mengunjungi Gereja Katedral Santo Petrus di Jalan Merdeka yang hanya berjarak lima menit dengan berjalan kaki dari meeting point di Balai Kota.
Gereja Katedral merupakan gereja katolik kedua di Kota  Bandung sebagai pengganti Gereja Santo Fransiscus Regis yang sudah tidak sanggup lagi menampung umat katolik yang saat itu sudah mencapai 1800 orang.
Maka di bangunlah Gereja Santo Petrus di Jalan Merdeka pada tahun 1921 dan di berkati pada 19 Februari 1922 oleh Mgr.Petrus Luypen yang menjabat Vikaris Apostolik Batavia saat itu.
Gereja tersebut di persembahkan kepada Santo Petrus yang merupakan nama baptis dari Beliau.

( Berfoto di Depan Katedral Sumber Foto : Dion)

Gereja Katedral Bandung di rancang oleh seorang arsitek terkenal yaitu Ir.C.P Wolf Schoemaker (siapanya Michael Schoemaker yaa...hehehe) yang di perjalan kita nanti akan menemukan lagi beberapa karya dari Oom Schoemaker ini.

Untuk Artikel lebih lengkap mengenai Gereja Katedral Bandung silahkan KLIK DISINI

Namun sayang seribu kali sayang...kita gak berhasil mendapatkan izin untuk masuk kedalam ruangan Gereja Katedral di karenakan sedang proses "bersih-bersih" sehabis di gunakan acara konser paduan suara malam sebelumnya.
Jadi untuk kali ini kami gak bisa menikmati keindahan salah satu karya dari Oom Wolf Schoemaker.


Ya...Sudah perjalanan pun di lanjutkan.


GPIB Bethel dan Gedung Indonesia Menggugat

Berjalan ke arah Jl.Perintis Kemerdekaan di sudut antara Jl.Wastu Kencana terdapat Gereja Protestan tertua di Bandung.
Pada saat itu untuk melengkapi kawasan civic centre pemerintah kolonial membangun berbagai fasilitas publik di kawasan Balai Kota dengan Javashe Bank (Gedung BI ), Sekolah dan gereja baik untuk katolik maupun protestan.

(Gereja GPIB Bethel Sumber Foto : Dion)
Gereja yang di asuh oleh Indische Protestant Kerk di bangun pada tahun 1924 yang lagi-lagi arsitekturnya di rancang oleh Ir.C.P Wolf Schoemaker alias Oom Schoemaker.
Nama Bethel sendiri baru di pergunakan pada tahun 1964 dan sekarang gereja ini merupakan jemaat dari Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB).

Bergeser sedikit tepat di belakang Gereja Bethel terdapat sebuah bangunan yang sangat bersejarah,tetapi banyak orang yang tidak tahu mengenai bangunan tersebut.
Gedung Indonesia Menggugat demikianlah nama bangunan itu berada di balik pohon beringin yang rindang, pada tahun 1930 Soekarno muda membacakan pledoinya untuk memperjuangkan harkat dan martabat kemanusiaan di hadapan pengadilan kolonial ( Lanraad) bersama Maskoen,Gatot Mangkoepradja,Soepriadinata,Sastromolejono dan Sartono.

(Gedung Indonesia Menggugat Sumber Foto : Dion)
Sekarang Gedung Indonesia menggugat di pergunakan sebagai ruang publik seperti pertunjukan musik,peluncuran buku,diskusi buku,pameran karya seni dan berbagai macam kursus.

Mari kita melanjutkan perjalanan kembali...

Monumen Tentara Pelajar dan Laskar Pejuang Wanita

Matahari semakin terik dan membakar kulit para peserta,tetapi kami masih bersemangat untuk melanjutkan penjelajahan yang belum mencapai seperempat perjalanan pun...

Selanjutnya kami mengunjungi dua patung pejuang yang berada di antara jembatan kereta api Viaduct yaitu monumen Tentara Pelajar dan Laskar Pejuang Wanita (LASWI).
Kedua monumen ini erat sekali kaitannya dengan peristiwa Bandung Lautan Api karena mereka ikut berkiprah dalam perjuangan mempertahankan Kota Bandung dari tentara sekutu.

(Monumen Tentara Pelajar Sumber Foto : Phebe Wibisana)


Kedua monumen tersebut di rancang oleh seorang seniman bernama Sunaryo yang juga merancang 10 stilasi Bandung Lautan Api.
Berbicara mengenai jembatan kereta api viaduct ternyata mempunyai peran juga ketika masa pendudukan Bandung oleh tentara NICA yang memicu peristiwa Bandung Lautan Api.
Perannya adalah sebagai pembatas permukiman warga pribumi di selatan dan warga Eropa di utara ini terjadi setelah insiden berdarah di Lengkong pada 25 November 1945.

(Jembatan Kereta Api Viaduct)


Mengenai sejarah insiden Lengkong bakalan gue ceritain di bab stilasi Bandung Lautan Api.
jadi tunggu aje yeee..!!

Foto dulu ahhh depan Monumen Laskar Pejuang Wanita Indonesia.


(Monumen Laskar Wanita Indonesia Sumber Foto : Dion)


Me and My Nu Green Tea

Memasuki kawasan Braga badan mulai lelah,haus,keringat bercucuran dan volume suara nyaris    berkurang.Gue butuh minuman yang bisa bikin gue kembali segar dan tetap semangat memandu (Sorry nama lo,gue sebut-sebut ya ndu hehehe)  peserta Bandung Herita Walk sampai tuntas.Di kala haus semakin mendera mata gue langsung berbinar melihat senyum sumringah kawan-kawan yang sedang asik ngobrolin Nu Green Tea mereka.

(Nu Green Tea Sumber Foto : Dion)
Yaa....Gue inget kalau gue punya senjata ampuh untuk menyegarkan diri di kala panas terik.Tanpa pikir panjang gue langsung buka tutup botol Nu Green Tea gue yang masih di segel rapat dan gue nikmati setiap aliran Nu Green Tea rasa madu melewati kerongkongan gue.

(Me and My Nu Green Tea)

Sekarang badan gue udah seger lagi,haus hilang dan kembali semangat berkat Nu Green Tea.
Ayooo....kita lanjutkan kawan!!!

Dari Pedatiweg sampai Bragaweg


Sampailah kita di jalan paling legendaris di Bandung karena di jalan inilah berbagai julukan untuk Kota Bandung muncul.
Yaa...betul jalan tersebut adalah jalan Braga,mungkin namanya sudah tidak asing lagi bagi para pelancong domestik dan internasional yang berkunjung ke Kota Bandung.

Jalan Braga berawal dari sebuah jalan kecil,gelap dan becek di depan permukiman warga saking sepinya orang-orang menjuluki jalan Braga dengan sebuan jalan culik.
Pada awal tahun 1900 jalan Braga di kenal dengan sebutan Pedatiweg atau jalan pedati,karena jalanan tersebut di lalui oleh pedati yang mengangkut berbagai macam hasil bumi. 

Memasuki era 1920-1930'an merupakan masa kejayaan jalan Braga,yang asal mulanya hanya sebagai jalan sempit dan becek Braga berubah menjadi kawasan komersial dan hiburan di tandai dengan di bukanya berbagai toko fashion,bar dan restoran.

(Jalan Braga Sumber Foto : Phebe Wibisana)


Nah...dari Braga lah Bandung di juluki dengan istilah Paris Van Java karena pada saat itu Bandung jadi pusat mode Hindia Belanda bahkan Asia Tenggara.

Seperti apa Braga sekarang?
Tetap menjadi kawasan komersial dan hiburan seperti fungsinya pada masa lalu,namun selain itu Braga juga merupakan kawasan heritage di Bandun karena banyak terdapat bangunan-bangunan kuno yang sebagian besar masih berfungsi sampai sekarang.

(Salah Satu Bangunan tua di Braga Sumber Foto : Dion)
Kalau yang mau tahu lengkapnya mengenai Jalan Braga silahkan KLIK DISINI

Menikmati Hidangan Kolonial di Sumber Hidangan

Saatnya mengganjal perut...
Mie instant yang gue makan pas waktu sarapan sudah terkuras menjadi keringat.
Jadi gak ada salahnya mampir dulu ke Sumber Hidangan yang masih ada di kawasan Braga.
Ibarat Malang memiliki Toko Oen di Bandung juga punya.
Sumber Hidangan menyajikan berbagai macam roti,kue,dan es krim khas masa kolonial.
Sumpah ini tempat Djadoel banget dari mulai bangunan,alat yang di gunakan sampai pelayan toko pun ikutan Djadoel kalau gak percaya ini buktinya.

(Sumber Hidangan Foto : Dion)
Sumber hidangan sudah berdiri sejak tahun 1929 dengan nama Het Snoephuis atau "Rumah Jajan",pada masa itu sumber hidangan merupakan tempat para serdadu Belanda dan Pegawai kelas menengah Belanda menikmati berbagai macam roti,kue dan es krim.

( Roti dan Kue di Sumber Hidangan Foto : Dion)
Hampir semua nama roti,kue dan es krim disini ditulis dengan berbahasa Belanda yang bikin tenggorokan kita seret ketika mengucapkannya.

Urusan harga jangan khawatir pas di kantong dan pas di hati untuk roti berkisar antara Rp.2500 - Rp.15.000 dan Es Krim Rp.13.000-Rp.17.000. KLIK DISINI

Selesai menikmati berbagai macam hidangan berfoto sejenak dan melanjutkan perjalanan...

(Sumber Foto : Dion)


Perut kenyang wajah kembali ceria hehehe...

Bersambung ke Bab  2 yeee...
Sampai Jumpa lagi.