Selamat Datang di Catatan Perjalan Si Tukiang Tipu

Semua orang memiliki cerita dalam hidupnya termasuk saya dan ini cerita saya seorang penipu yang suka jalan-jalan :)

Senin, 25 Juli 2011

#CSIF2011 Bandung Heritage Walk - Menyusuri Jejak Sejarah Kota Bandung Part-I

#CSIF2011 Berani Berbagi.

CouchSurfing Indonesia Festival atau CSI Festive merupakan hajatan besar CouchSurfing Indonesia dalam rangka ajang silaturahmi yang mempertemukan para CouchSurfers se-nusantara dan bahkan banyak pula peserta yang hadir dari negara lain.

Masih terekam dengan jelas kenangan dan pengalaman luar biasa ketika mengikuti CSI Festive 2010 terutama perjuangan bersama kawan-kawan CS'ers Bandung dari mulai membuat konsep acara,Latihan menari,latihan bermain angklung,menyusun booklet sampai akhirnya sukses menginvasi Jakarta,menggoyang monas dengan tari jaipongan dan salsa.

Setelah sukses dengan CSI Festive 2010 yang mengusung tema "Buka Pintu Silaturahmi Indonesia" serta berhasil mempertemukan para CouchSurfers dari berbagai kota di Indonesia dan beberapa negara selama seminggu penuh di Jakarta dalam sukacita dan persahabatan.

Tahun ini kembali diselenggarakan CouchSurfing Indonesia Festival #CSIF2011 dengan mengusung tema berani berbagi,konsep di tahun ini sedikit berbeda dengan tahun sebelumnya dimana lokasi acara di laksanakan di dua kota yaitu Jakarta dan Bandung.


Tema "Berani Berbagi" yang di usung pada penyelenggaraan CSI Fetive tahun ini bak sebuah Quo Vadis bagi kita semua terutama bagi diri gue sendiri ketika kondisi hidup semakin membentuk manusia menjadi individualis dan egosentrisme merajalela CoushSurfing mengajak setiap lapisan masyarakat untuk berani berbagi sesuai semangat yang menjadi fondasi komunitas ini dan hasilnya luar biasa banyak sekali individu,komunitas dan perusahaan yang berani berbagi.
Berarti semangat untuk berbagi masih ada.


Dalam tulisan ini gue mau berbagi pengalaman mengikuti salah satu rangkaian #CSIF2011 yaitu Bandung Heritage Walk.


Foto-foto dalam tulisan ini di ambil dari koleksi milik Dion (Yogyakrta) dan Phebe Wibisana (Bandung) atas seizin mereka sebagai pemilik foto.

Saatnya Berbagi.

Sebenarnya gue gak termasuk dalam bagian dari tim CSI Festive Bandung,karena memang gue gak pernah sekalipun nunjukin batang hidung gue selama kawan-kawan CS'ers Bandung sibuk mempersiapkan acara.Gue cuma menjadi penonton dan ngikutin mereka "bergerilya" di dunia maya.Gue cuma diem dan gak bertindak,bersembunyi di balik berbagai alasan masalah pribadi,padahal kawan-kawan gue disana mau berbagi waktu,tenaga,dan pikiran di tengah kesibukan dan urusan pribadi mereka.
Yaa...mendukung dalam doa saja sudah cukup pikir gue saat itu karena ada istilah "Kuasa doa itu lebih dahsyat" hehehe... *ngeles mode on.

Namun suatu saat...

Sore hari di kala Bandung lagi di guyur hujan deres,gue mutusin untuk dateng ke acara "Angklung Time" di Braga City Walk,yang merupakan salah satu rangkaian acara CSIF 2011 di Kota Bandung.
Alasannya sederhana supaya bisa ikutan berbagi..berbagi waktu gue sebagai penonton acara tersebut :D

Tetapi ternyata eeee...ternyata pas ketemu sama saudara Andhika Panduwinata alias Pandu gue malah di minta untuk jadi guide acara Bandung Heritage Walk besoknya.
Padahal niatnya gue cuma mau dateng hari itu saja sebagai penonton.

hhmmm....

Tanpa pikir panjang akhirnya gue memutuskan untuk menerima tawaran dari pandu sebagai guide,mungkin ini saatnya bagi gue untuk berani berbagi secara nyata tidak hanya sebagai penonton atau “pendoa”.Ibarat moto hidupnya Santo Benediktus “Ora et Labora” “Berdoa dan Bekerja” tidak cukup hanya “Ora” tapi juga harus bertindak.

Sesampainya di rumah dengan sok tahu gue langsung buka-buka catatan Bandung Heritage Explore tahun lalu bersama Yasiraty Ilyas (Alm),Oky Dwi Oktapianty, dan Sonnens Vamberaldy dalam rangka membuat CSI Festive booklet dengan harapan bahwa apa yang akan jadi agenda acara besok sama dengan bayangan gue.

Tetapi tengah malam ada SMS masuk dari Pandu yang mengatakan bahwa rute yang akan di tuju adalah “Jejak 10 stilasi Bandung Lautan Api”..Jleeggg...sontak gue harus surfing tengah malam mencari sumber sejarahnya untungnya gue pernah mempelajari mengenai 10 stilasi Bandung Lautan Api,sehingga gue gak begitu kesulitan.


Dan Perjalanan Panjangpun di mulai...

Bangun pagi ku terus mandi
Tidak lupa menggosok gigi
...

Pagi hari jam.05.30 gue bangun dan langsung masuk ke kamar mandi menyelesaikan ritual di kala sang surya terbit. Gak biasanya gue bangung sepagi ini karena sepanjang hidup gue 2 bulan terakhir baru bisa benar-benar mata melek itu kalau sudah lewat jam 10.00.
Selesai mandi gue harus buru-buru masak mie instan untuk sarapan dan berangkat awal berhubung rumah gue berada di pinggiran Bandung dan butuh waktu satu jam untuk sampai tempat meeting point di Balaikota Bandung.

Naik Kereta Api
Tutt...tutt..tutt..
Siapa hendak turun
Ke Bandung ... Surabaya
Bolehlah naik dengan percuma

Ibarat lagu sewaktu masih kecil,begitu lah keadaan gue berguncang di dalam kereta komuter menuju “Bandung” yaa... menuju Bandung karena gue orang Kabupaten Bandung :D
Yang jadi pertanyaan gue adalah sejak kapan kita “bolehlah naik dengan percuma” karena pada kenyataannya apabila kita kedapatan gak bayar alias kagak punya tiket bisa di denda tiga kali lipat harga tiket atau di turunkan secara tidak hormat.

Jam.09.20 menit acara "Bandung Heritage Walk" siap di mulai telat 20 menit dari rencana semula karena menunggu beberapa peserta yang belum muncul juga sampai pukul 09.00 tapi positifnya sebagian peserta bisa saling mengakrabkan diri satu sama lain dan sarapan dulu bagi yang tidak sempat mengisi perutnya dari rumah,repot juga kalau ada yang pingsan gara-gara kelaperan.
Gue sempat terdiam sejenak ternyata gue gak dapet fasilitas pengeras suara alias "TOA" dari si empunya acara yaitu Andhika Panduwinata (Pandu) dan Sufi Hamdan Mazida (Sufi) berarti gue harus teriak-teriak untuk bercerita kepada 23 orang peserta.


Bandung Heritage Walk

Secara umum gue membagi acara Bandung Heritage Walk hari itu menjadi kedalam dua bagian yang pertama adalah menjelajahi tempat - tempat heritage pada masa Bandung di bawah "asuhan" toean-toean dan njonja-njonja Belanda dan Bandung pada masa pasca kemerdekaan melalui penelusuran 10 stilasi Bandung Lautan Api.

Apa itu "10 stilasi Bandung Lautan Api"?
yaitu merupakan 10 monumen yang di bangun pada tahun 1997 oleh Komunitas Bandung Heritage yang melambangkan 10 titik "perhentian" dalam sejarah Bandung Lautan api.

Kira-kira seperti ini bentuknya tapi tanpa gelas pelastik tentunya

(Salah Satu stilasi Bandung Lautan Api Sumber Foto : Dion)
Nah...inti dari acara ini sebenarnya adalah menelusuri kesepuluh titik stilasi tersebut tapi gue memutuskan untuk tetap mengunjungi tempat-tempat heritage lainnya yang kebetulan satu arah dengan rute Bandung Trail.Itung-itung sekalian menambah wawasan tentang sejarah Kota Bandung.


Gedung Balai Kota Bandung

Tempat heritage yang pertama di kunjungi adalah meeting point sekaligus start point kami yaitu Balai Kota Bandung yang dahulunya merupaka gudang kopi.Dibangung pada tahun 1819 oleh Gubernur Van Den Cappelen atas usul dari seorang asisten residen bernama Dr.Andreas De Wilde,tetapi ada sumber sejarah lain yang mengatakan bahwa Gedong Papak (sebutan bagi balai kota yang artinya gedung datar) sudah berdiri sejak tahun 1810 ketika Bupati Bandung kala itu R.A.A Wiranata Kusumah II memindahkan pusat pemerintahan dari Dayeuh Kolot ke daerah di sisi sungai Cikapundung.

Setelah Bandung berubah status menjadi Gemente pada 1 April 1906 gudang kopi tersebut beralih fungsi menjadi Balai Kota yang di gunakan sampai sekarang.

(Sumber Foto : Dion)
Selain itu simbol dari gedung balai kota adalah patung badak putih yang berada di "Pieterspark" demikianlah dahulu taman balai kota diberi nama sebagai ungkapan terima kasih kepada walikota Bandung saat itu Pieter Sitjhoff yang sukses membangun kota Bandung,sekarang taman balai kota bernama taman Dewi Sartika tetapi orang-orang masih banyak yang menyebutnya dengan taman badak sesuai dengan sang badak yang tak lelah berdiri dengan gagahnya melalui berbagai masa.

Sebelum meninggalkan balai kota menuju tempat selanjutnya para peserta berfoto di depan patung badak putih sebagai ikon tempat itu.

(Patung Badak Putih Sumber Foto : Dion)
Jreenngg...Jrreeennggg ketika tengah asik berfoto ria tiba-tiba ada petugas Satpol PP menghampiri kami karena kami di sangka sedang berdemo hehehe.

Selesai berfoto setiap peserta dibagikan 10 eksemplar booklet CSI Festive 2011 untuk di berikan kepada masyarakat yang kami temui di sepanjang perjalanan dan yang paling utama para peserta mendapatkan sebotol "Nu Green Tea" sebagai senjata ampuh untuk penyegar dan pelepas dahaga di cuaca Bandung yang cukup panas.


( Bekal Nu Green Tea Sumber Foto : Dion)
Saatnya berangkat menuju titik perhentian berikutnya,siap-siap mata pegel yeee...baca tulisan gue seperti kita semua yang pegel jalan kaki 8 jam dari Balai Kota sampai Moch.Toha.


(Menuju Katedral Bandung Sumber Foto : Dion)
Gereja Katedral Santo Petrus

Selanjutnya kami mengunjungi Gereja Katedral Santo Petrus di Jalan Merdeka yang hanya berjarak lima menit dengan berjalan kaki dari meeting point di Balai Kota.
Gereja Katedral merupakan gereja katolik kedua di Kota  Bandung sebagai pengganti Gereja Santo Fransiscus Regis yang sudah tidak sanggup lagi menampung umat katolik yang saat itu sudah mencapai 1800 orang.
Maka di bangunlah Gereja Santo Petrus di Jalan Merdeka pada tahun 1921 dan di berkati pada 19 Februari 1922 oleh Mgr.Petrus Luypen yang menjabat Vikaris Apostolik Batavia saat itu.
Gereja tersebut di persembahkan kepada Santo Petrus yang merupakan nama baptis dari Beliau.

( Berfoto di Depan Katedral Sumber Foto : Dion)

Gereja Katedral Bandung di rancang oleh seorang arsitek terkenal yaitu Ir.C.P Wolf Schoemaker (siapanya Michael Schoemaker yaa...hehehe) yang di perjalan kita nanti akan menemukan lagi beberapa karya dari Oom Schoemaker ini.

Untuk Artikel lebih lengkap mengenai Gereja Katedral Bandung silahkan KLIK DISINI

Namun sayang seribu kali sayang...kita gak berhasil mendapatkan izin untuk masuk kedalam ruangan Gereja Katedral di karenakan sedang proses "bersih-bersih" sehabis di gunakan acara konser paduan suara malam sebelumnya.
Jadi untuk kali ini kami gak bisa menikmati keindahan salah satu karya dari Oom Wolf Schoemaker.


Ya...Sudah perjalanan pun di lanjutkan.


GPIB Bethel dan Gedung Indonesia Menggugat

Berjalan ke arah Jl.Perintis Kemerdekaan di sudut antara Jl.Wastu Kencana terdapat Gereja Protestan tertua di Bandung.
Pada saat itu untuk melengkapi kawasan civic centre pemerintah kolonial membangun berbagai fasilitas publik di kawasan Balai Kota dengan Javashe Bank (Gedung BI ), Sekolah dan gereja baik untuk katolik maupun protestan.

(Gereja GPIB Bethel Sumber Foto : Dion)
Gereja yang di asuh oleh Indische Protestant Kerk di bangun pada tahun 1924 yang lagi-lagi arsitekturnya di rancang oleh Ir.C.P Wolf Schoemaker alias Oom Schoemaker.
Nama Bethel sendiri baru di pergunakan pada tahun 1964 dan sekarang gereja ini merupakan jemaat dari Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB).

Bergeser sedikit tepat di belakang Gereja Bethel terdapat sebuah bangunan yang sangat bersejarah,tetapi banyak orang yang tidak tahu mengenai bangunan tersebut.
Gedung Indonesia Menggugat demikianlah nama bangunan itu berada di balik pohon beringin yang rindang, pada tahun 1930 Soekarno muda membacakan pledoinya untuk memperjuangkan harkat dan martabat kemanusiaan di hadapan pengadilan kolonial ( Lanraad) bersama Maskoen,Gatot Mangkoepradja,Soepriadinata,Sastromolejono dan Sartono.

(Gedung Indonesia Menggugat Sumber Foto : Dion)
Sekarang Gedung Indonesia menggugat di pergunakan sebagai ruang publik seperti pertunjukan musik,peluncuran buku,diskusi buku,pameran karya seni dan berbagai macam kursus.

Mari kita melanjutkan perjalanan kembali...

Monumen Tentara Pelajar dan Laskar Pejuang Wanita

Matahari semakin terik dan membakar kulit para peserta,tetapi kami masih bersemangat untuk melanjutkan penjelajahan yang belum mencapai seperempat perjalanan pun...

Selanjutnya kami mengunjungi dua patung pejuang yang berada di antara jembatan kereta api Viaduct yaitu monumen Tentara Pelajar dan Laskar Pejuang Wanita (LASWI).
Kedua monumen ini erat sekali kaitannya dengan peristiwa Bandung Lautan Api karena mereka ikut berkiprah dalam perjuangan mempertahankan Kota Bandung dari tentara sekutu.

(Monumen Tentara Pelajar Sumber Foto : Phebe Wibisana)


Kedua monumen tersebut di rancang oleh seorang seniman bernama Sunaryo yang juga merancang 10 stilasi Bandung Lautan Api.
Berbicara mengenai jembatan kereta api viaduct ternyata mempunyai peran juga ketika masa pendudukan Bandung oleh tentara NICA yang memicu peristiwa Bandung Lautan Api.
Perannya adalah sebagai pembatas permukiman warga pribumi di selatan dan warga Eropa di utara ini terjadi setelah insiden berdarah di Lengkong pada 25 November 1945.

(Jembatan Kereta Api Viaduct)


Mengenai sejarah insiden Lengkong bakalan gue ceritain di bab stilasi Bandung Lautan Api.
jadi tunggu aje yeee..!!

Foto dulu ahhh depan Monumen Laskar Pejuang Wanita Indonesia.


(Monumen Laskar Wanita Indonesia Sumber Foto : Dion)


Me and My Nu Green Tea

Memasuki kawasan Braga badan mulai lelah,haus,keringat bercucuran dan volume suara nyaris    berkurang.Gue butuh minuman yang bisa bikin gue kembali segar dan tetap semangat memandu (Sorry nama lo,gue sebut-sebut ya ndu hehehe)  peserta Bandung Herita Walk sampai tuntas.Di kala haus semakin mendera mata gue langsung berbinar melihat senyum sumringah kawan-kawan yang sedang asik ngobrolin Nu Green Tea mereka.

(Nu Green Tea Sumber Foto : Dion)
Yaa....Gue inget kalau gue punya senjata ampuh untuk menyegarkan diri di kala panas terik.Tanpa pikir panjang gue langsung buka tutup botol Nu Green Tea gue yang masih di segel rapat dan gue nikmati setiap aliran Nu Green Tea rasa madu melewati kerongkongan gue.

(Me and My Nu Green Tea)

Sekarang badan gue udah seger lagi,haus hilang dan kembali semangat berkat Nu Green Tea.
Ayooo....kita lanjutkan kawan!!!

Dari Pedatiweg sampai Bragaweg


Sampailah kita di jalan paling legendaris di Bandung karena di jalan inilah berbagai julukan untuk Kota Bandung muncul.
Yaa...betul jalan tersebut adalah jalan Braga,mungkin namanya sudah tidak asing lagi bagi para pelancong domestik dan internasional yang berkunjung ke Kota Bandung.

Jalan Braga berawal dari sebuah jalan kecil,gelap dan becek di depan permukiman warga saking sepinya orang-orang menjuluki jalan Braga dengan sebuan jalan culik.
Pada awal tahun 1900 jalan Braga di kenal dengan sebutan Pedatiweg atau jalan pedati,karena jalanan tersebut di lalui oleh pedati yang mengangkut berbagai macam hasil bumi. 

Memasuki era 1920-1930'an merupakan masa kejayaan jalan Braga,yang asal mulanya hanya sebagai jalan sempit dan becek Braga berubah menjadi kawasan komersial dan hiburan di tandai dengan di bukanya berbagai toko fashion,bar dan restoran.

(Jalan Braga Sumber Foto : Phebe Wibisana)


Nah...dari Braga lah Bandung di juluki dengan istilah Paris Van Java karena pada saat itu Bandung jadi pusat mode Hindia Belanda bahkan Asia Tenggara.

Seperti apa Braga sekarang?
Tetap menjadi kawasan komersial dan hiburan seperti fungsinya pada masa lalu,namun selain itu Braga juga merupakan kawasan heritage di Bandun karena banyak terdapat bangunan-bangunan kuno yang sebagian besar masih berfungsi sampai sekarang.

(Salah Satu Bangunan tua di Braga Sumber Foto : Dion)
Kalau yang mau tahu lengkapnya mengenai Jalan Braga silahkan KLIK DISINI

Menikmati Hidangan Kolonial di Sumber Hidangan

Saatnya mengganjal perut...
Mie instant yang gue makan pas waktu sarapan sudah terkuras menjadi keringat.
Jadi gak ada salahnya mampir dulu ke Sumber Hidangan yang masih ada di kawasan Braga.
Ibarat Malang memiliki Toko Oen di Bandung juga punya.
Sumber Hidangan menyajikan berbagai macam roti,kue,dan es krim khas masa kolonial.
Sumpah ini tempat Djadoel banget dari mulai bangunan,alat yang di gunakan sampai pelayan toko pun ikutan Djadoel kalau gak percaya ini buktinya.

(Sumber Hidangan Foto : Dion)
Sumber hidangan sudah berdiri sejak tahun 1929 dengan nama Het Snoephuis atau "Rumah Jajan",pada masa itu sumber hidangan merupakan tempat para serdadu Belanda dan Pegawai kelas menengah Belanda menikmati berbagai macam roti,kue dan es krim.

( Roti dan Kue di Sumber Hidangan Foto : Dion)
Hampir semua nama roti,kue dan es krim disini ditulis dengan berbahasa Belanda yang bikin tenggorokan kita seret ketika mengucapkannya.

Urusan harga jangan khawatir pas di kantong dan pas di hati untuk roti berkisar antara Rp.2500 - Rp.15.000 dan Es Krim Rp.13.000-Rp.17.000. KLIK DISINI

Selesai menikmati berbagai macam hidangan berfoto sejenak dan melanjutkan perjalanan...

(Sumber Foto : Dion)


Perut kenyang wajah kembali ceria hehehe...

Bersambung ke Bab  2 yeee...
Sampai Jumpa lagi.

Jumat, 22 Juli 2011

Wisata Religi, Sejarah,Arsitektur dan Budaya di Gereja Katedral Bandung

Apabila kita melewati Jalan Merdeka ke arah Jalan Lembong,kita akan menyaksikan sebuah gedung berasiterktur gothic dengan menara tinggi di sisi kirinya,di apit oleh Kantor POLRESTABES Bandung yang dahulu merupakan sekolah para calon guru pada masa kolonial Belanda dan Gedung Hotel Grand Panghegar terdapat Gereja Katedral Santo Petrus yang di dirikan pada tahun 1922 sebagai pengganti Gereja Santo Fransiscus Regis yang sudah tidak dapat menampung umat yang semakin bertambah di Kota Bandung gedung gereja tersebut sekarang di gunakan sebagai salah satu bagian dari Kantor Bank Indonesia.

(Pemandangan Gereja Katedral dari arah Jalan Wastukencana)
Sejarah Perkembangan Katedral Bandung
 
Cerita ini dimulai sekitar tahun 1878, di mana saat itu Bandung sebagai ibukota karesidenan Priangan sudah cukup ramai, namun belum memiliki pelayanan umat Katolik sendiri. Untuk melayani umat, pastor didatangkan dari stasi terdekat, yaitu Cirebon yang berada di bawah Vikariat Apostolik Batavia. Ketika jalur kereta api Batavia – Bandung dibuka pada tahun 1884 dan transportasi menjadi lebih mudah, pelayanan umat secara tetap di Bandung segera dipersiapkan. Maka, dibangunlah gereja pertama yang berukuran hanya 8 x 21 meter persegi dilengkapi sebuah pastoran di Schoolweg (kini Jalan Merdeka), berdekatan dengan gudang kopi milik Pemerintah Kolonial Belanda. Gereja ini diberi nama St. Franciscus Regis dan diberkati oleh Mgr. W. Staal pada tanggal 16 Juni 1895.

Pada tanggal 1 April 1906, Bandung memperoleh status Gemeente (setingkat kotamadya), sehingga berhak menyelenggarakan pengelolaan kota sendiri. Sejak saat itu, Kota Bandung mulai berbenah, antara lain dengan melaksanakan pengembangan permukiman kota untuk warga Belanda dan pembangunan kawasan pusat pemerintahan kotamadya (civic centre) berupa Gedung Balaikota berikut sebuah taman (kemudian disebut Pieterspark) tepat di lokasi bekas gudang kopi. Melengkapi civic centre ini, kelak dibangun berbagai bangunan publik di sekitar balaikota seperti sekolah, bank, kantor polisi, dan gereja, baik untuk umat Katolik maupun Protestan.
Pada tanggal 13 Februari 1907, pemerintah mengeluarkan keputusan untuk memisahkan Priangan, termasuk Kota Bandung, secara administratif dari Distrik Cirebon. Kota Bandung ditentukan sebagai sebuah stasi baru di Jawa Barat yang dipimpin Pastor J. Timmers dari Cirebon yang sudah 4 tahun menetap di Bandung.
Dalam penyelenggaraan gereja selama 4 tahun berikutnya ternyata jumlah jemaat semakin bertambah hingga mencapai 280 orang pada Perayaan Ekaristi. Saat itu, jumlah umat Katolik di Bandung sendiri telah mencapai 1800 orang. Maka Gereja St. Franciscus Regis pun diperluas karena tidak cukup lagi menampung jemaat yang semakin banyak. Setelah melalui beberapa alternatif dipilihlah sebuah lahan bekas peternakan di sebelah Timur Gereja St. Franciscus Regis, di Merpikaweg (kini jalan Merdeka), sebagai lokasi gereja baru. Perancangnya pun telah terpilih, yaitu Ir. C.P. Wolff Schoemaker, seorang arsitek berkebangsaan Belanda.

Pembangunan gedung gereja yang baru dilaksanakan sepanjang tahun 1921. Setelah selesai, geraja yang baru itu diberkati oleh Mgr. Luypen pada tanggal 19 Februari 1922, dan dipersembahkan kepada Santo Petrus, yang merupakan nama permandian dari Pastor P.J.W. Muller, SJ. Pada hari itu juga, Mgr. Luypen meresmikan dan memberkati Pastoran Santo Petrus, yang saat itu termasuk Vikariat Batavia.


Dari Stasi Menjadi Keuskupan
Empat tahun setelah Gereja St. Petrus didirikan, sebagian dari Vikariat Batavia, termasuk Bandung, dialihkan kepada Ordo Salib Suci. Tiga orang imam Salib Suci yang pertama adalah Prior J.H. Goumans, OSC sebagai misionaris superior (pemimpin misi) di Bandung, M. Nillesen, OSC, dan J. de Rooy, OSC.

Pelayanan di Bandung dikembangkan melalui sekolah, balai kesehatan, rumah sakit, dan rumah yatim piatu. Semakin hari pelayanan di Bandung dan sekitarnya semakin maju dan berkembang, maka pada tahun 1932 karya misi di Bandung dijadikan sebuah Prefektur Apostolik, yang kemudian ditingkatkan lagi menjadi Vikariat Apostolik pada tanggal 11 Februari 1942.
Kabar gembira ini datang di tengah-tengah situasi pecahnya Perang Dunia II yang juga melibatkan daerah kolonial Hindia Belanda. Kegairahan menyambut acara konsekrasi uskup berlangsung dalam bayang-bayang kekhawatiran peperangan, sehingga Mgr. J.H. Goumans dianjurkan berangkat ke Yogyakarta untuk menerima pentahbisan di sana, namun kemudian diperoleh kabar bahwa pentahbisan di Yogyakarta pun tidak dapat dilakukan, apalagi dengan pendudukan Jepang atas Indonesia pada tanggal 8 Maret 1942.

Di tengah hambatan tersebut, Mgr J.H. Goumans mengabarkan kepada Mgr P. Willekens dan Mgr. A. Soegijapranata agar konsekrasi uskup dapat diadakan di Gereja St. Petrus Bandung pada tanggal 22 April 1942. Rencana ini segera beredar dari mulut ke mulut dan kemudian, walaupun tidak dilakukan dengan perayaan besar dan dokumentasi foto, acara ini tidak mengalami hambatan yang berarti.

Gereja sempat mengalami masa-masa sulit ketika sebagian besar misionaris yang berkebangsaan Belanda harus masuk kamp tawanan Jepang. Mereka dapat kembali bertugas setelah Jepang kalah perang dan kemerdekaan Indonesia diproklamasikan.
Pada suatu hari di tahun 1950, ketika sedang mengajar, Mgr. J.H. Goumans, OSC mendapat serangan jantung dan harus masuk Rumah Sakit St. Borromeus. Karena kesehatannya tidak bertambah baik beliau harus meninggalkan Indonesia. Satu tahun kemudian beliau mohon berhenti sebagai Vikaris Apostolik Bandung, yang dikabulkan oleh Paus Pius XI. Maka, Tahta Suci Roma mengangkat Mgr. P.M. Arntz, OSC Superior yang baru, sebagai Vikaris Apostolik yang menggantikan beliau.

Tanggal 3 Januari 1961 adalah tonggak sejarah baru bagi Gereja Katolik Indonesia, di mana saat itu Vikariat Apostolik Bandung ditingkatkan menjadi Diosis atau Keuskupan. Sejak saat itu, Mgr. P.M. Arntz sungguh-sungguh menjadi Uskup Bandung, tidak lagi ditempeli nama keuskupan lain. Dalam pengangkatannya, sekaligus disebutkan pula katedralnya, yaitu Gereja St. Petrus, Bandung.
Kata ‘katedral’ berasal dari kata ‘cathedra’ (Bahasa Latin: tahta untuk menyebut tahta uskup). Cathedra adalah lambang kewenangan seorang uskup atas diosisnya. Tahta ini diletakkan di suatu gereja yang terpilih sebagai gereja utama dalam suatu diosis, yang kemudian disebut gereja katedral atau katedral saja. Saat ini, Tahta Uskup Bandung diletakkan di dalam panti imam, bersandar di dinding Utara, Gereja Katedral St. Petrus, Bandung.

Pustaka:Buku Kengangan 80 Tahun Gereja Katedral Bandung dan Ziarah Arsitektural Katedral St. Petrus Bandung.

Sebagai Tempat Wisata Arsitektur dan Sejarah

Seperti halnya bangunan tua lainnya di Bandung Gereja Katedal pun merupakan bagian dari cagar budaya yang di lindungi karena nilai sejarah yang tersimpan.

Melihat di negara-negara tetangga seperti Singapura,Malaysia,Thailand,Filipina dan Vietnam bahwa tempat - tempat ibadah tua dan unik di gunakan sebagai tempat pariwisata yang di layak di kunjungi tanpa menggangu fungsi utamanya sebagai tempat ibadah,sebenarnya Gereja Katedral pun bisa di gunakan seperti demikian tercatat selain Katedral Santo Petrus masih terdapat beberapa tempat Ibadah lainnya yang memiliki potensi wisata religi,budaya,sejarah dan arsiktetura diantaranya Gereja GPIB Bethel,Gereja GKI Taman Cibunut,Gereja GPIB Maranatha,Mesjid Cipaganti dan Vihara Vipassana Graha.

(Pintu Masuk Katedral Santo Petrus)
Memasuki ruangan dalam Gereja Katedral dari pintu sayap kanan kita akan di sambut oleh suasana yang sangat hening sampai setiap suara langkah kaki kita bergema ke seluruh ruang gereja.

Hal pertama yang akan kita lihat adalah dereta kursi panjang tempat duduk umat lengkap dengan tempat berlutut,kursi-kursi berbahan kayu jati tersebut sudah ada dari sekitar tahun 1922 ketika masa awal gereja itu di gunakan.

(Altar ,Tabernakel dan Cathedra di Ruang Ibadah)
 
Hal lain yang akan kita lihat adalah Altar dan Tabernakel tempat penyimpanan hosti yang sudah di konsekrasi,salah satu keunikan dari tabernakel yang ada di Katedral Santo Petrus adalah bentuknya seperti replika Basilika Santo Petrus di Vatikan,yang

(Interior Dalam Gereja Katedral Santo Petrus)
di apit oleh dua patung malaikat berwarna putih menyangga tempat lilin yang hanya di nyalakan pada saat-saat misa khusus seperti misa pontifical bersama Bapak Uskup,misa pekan paskah,misa natal dan misa khusus lainnya.

Di atas tabernakel terdapat mozaik yang menggambarkan peristiwa wafatnya Yesus di kayu salib,Yesus di persembahkan di kenisah dan Yesusu duduk di tahtaNya.

Selain di atas tabernakel di pintu sayap kanan dan kiri pun terdapat mozaik berbentuk bulat yang menggambarkan buku merpati sebagai lambang dari Roh Kudus dan tulisan IHS "Iesus Hominum Salvator" yang berarti Yesus Penyelamat Manusia.

Di dinding atas terdapat tulisan besar berisi ayat kitab suci
"Marilah kepadaKu, kamu semua yang letih lesu dan berbeban berat. Aku akan memberi kelegaan kepadamu" yang di ambil dari Matius 11 : 28.

Bagian depan dari bangunan gereja ini di samping pintu masuk utama terdapat beberapa patung orang kudus dalam tradisi Gereja Katolik seperti Santo Petrus,Santo Yusuf,Santo Antonius Padua dan Santo Igantius Loyola.

(Patung Santo Ignatius Loyola)
Di samping kanan terdapat satu ruangan khusus untuk berdoa dan replika dari patung "Pieta" yang berarti duka cita karya Michael Angelo yang aslinya di simpang di Vatikan.

(Replika Patung Pieta)
Di sudut kiri terdapat bejana baptis bayi kuno yang terbuat dari marmer putih sekarang bejana baptis tersebut sudah tidak di gunakan lagi,keunikan lainnya di gereja ini masih tersipan Orgel Pipa Lavabre yang masih berfungsi sampai sekarang.

Bagaimana anda tertarik untuk berkunjung?
Gereja Katedral terbuka untuk umum setiap senin sampai sabtu dari Pukul 05.30 - 08.00 menjelang dan setelah misa pagi dan pukul 16.00-20.00 di sore hari.
Untuk hari Minggu gereja di gunakan untuk misa minggu sehingga tidak di buka untuk kunjungan wisata.

Peraturan baru bahwa apabila kita akan berkunjung secara rombongan kita di wajibkan untuk meminta izin dari Pastor Kepala Paroki terlebih dahulu yaitu Pst.Leo Van Beurden OSC melalui sekretariat Paroki.

Kamis, 21 Juli 2011

Menelusuri Jejak Sejarah Tatar Sunda di Museum Sri Baduga

Terletak di Jalan BKR No.185 Bandung tepatnya di depan Monumen Bandung Lautan Api (BLA) atau yang oleh penduduk Bandung di namakan lapangan Tega Lega,terdapat Museum Negeri Provinsi Jawa Barat atau yang lebih di kenal dengan sebutan Museum Sri Baduga.

(Bagian Depan Museum Sri Baduga)
Museum Sri Baduga merupakan satu-satunya museum yang di miliki dan di kelola oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat,karena museum lainnya yang terdapat di Kota Bandung seperti Museum KAA,Museum Geologi dan Museum Mandala Wangsit di kelola oleh Departemen Luar Negeri,Departeman ESDM dan KODAM Siliwangi.

Meseum Sri Baduga didirikan pada tahun 1970 di bangunan bekas gedung kewadanaan Tega Lega dan diresmikan penggunaanya pada tahun 1980 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada saat itu, Prof.DR.Daoed Yoesoef.
Sri Baduga sendiri diambil dari nama gelar seorang raja Pajajaran Sri Baduga Maha Raja (Ratu Jayadewata) yang memerintah antara tahun 1474 - 1531.

Ketika kita memasuki Museum Sri Baduga kita seperti diajak berpetualang melihat sejarah perkembangan Jawa Barat dan Bandung di masa lampau dan masa sekarang karena museum ini memiliki berbagai benda koleksi yang menjelaskan sejarah tatar parahyangan dari masa prasejarah,masa kerajaan,masa kolonial dan masa sekarang.Selain itu museum ini juga memiliki berbagai koleksi mengenai kebudayaan di Jawa Barat.

(Koleksi Sejarah Geologika atau Geografika)
Koleksi di museum sri baduga di bagi kedalam beberapa jenis dan ruang pamer diantaranya :
- Geologika/Geografika
-Biologika
-Etnografika
-Historika
-Numismatika/Heraldika
-Filologika
-Keramologika
-Seni Rupa
-Tekhnologika

Dibagian ruangan sayap kanan kita bisa menyaksikan sejarah terbentuknya Jawa Barat dan Bandung dari semula berbentuk gunung berapi sunda,danau purba Bandung,sampai sekarang menjadi sebuah kota. Setelah menikmati pemaraparan terbentuknya geografi Jawa Barat kita disambut dengan pemaparan mengenai hewan - hewan has Jawa Barat.

(Replika Gua Batu Manusia Purba)
Salah satu peninggalan sejarah dan kebudayaan di Jawa Barat adalah peninggalan masa prasejarah berupa kerangka manusia purba yang pernah tinggal dan hidup di sekitar Jawa Barat ada juga peninggalan berupa sarkofagus dan kubur batu.Peninggalan-peninggalan tersebut banyak ditemukan disekitar gunung yang mengelilingi Kota Bandung,yang menguatkan pernyataan bahwa dahulu Bandung merupakan sebuah danau purba dan dipinggir danau tersebut terdapat kehidupan.

(Arca Peninggalan Masa Kerajaan Hindu dan Budha)
Seperti diketahui bahwa di Indonesia pernah mengalami masa kerajaan Hindu dan Budha begitupun di Jawa Barat.Menurut sejarah pernah berdiri beberapa kerajaan Hindu di tatar sunda seperti kerajaan Tarumanegara,Pajajaran,dan Galuh Pakuan,hal ini dibuktikan dengan peninggalan arca-arca dewa Siwa salah satu dewa sembahan para penganut Hindu yang ditemukan di sekitar Tasikmalaya.
Salah satu bukti bahwa di tatar sunda pernah berdiri kerajaan hindu bisa kita lihat peninggalannya berupa Candi Hindu di Kampung Pulo wilayah Cangkuang,Kec.Leles - Garut yang merupakan satu-satunya situs candi hindu di yang ditemukan di Jawa Barat.

Dilantai dua bangunan kita akan disajikan berbagai koleksi kebudayaan di Jawa Barat sepeti masuknya kebudayaan Cina berupa alat-alat pemujaan,Kebudayaan Islam berupa Kitab Suci Alquran, masuknya agama Kristen berupa lonceng gereja,teks alkitab berbahasa melayu dan batu nisan yang di temukan di Dayeuh Kolot,dan perkembangan masyarakat agraris di tanah sunda.

( Dapur Tradisional Sunda)
Salah satu hal yang menarik di Museum Ini adalah terdapatnya berbagai macam koleksi kebudayaan asli Jawa Barat berupa model bentuk rumah asli tatar sunda,baju pengantin dari berbagai daerah di Jawa Barat,diorama upacara adat,alat-alat pertanian dan perikanan,furniture dan dapur tradisional.Benda-benda tersebut mungkin sudah sulit untuk kita temui di masa sekarang ini.

Museum Sri Baduga buka setiap hari dari mulai Pukul 08.00 - 15.00 kecuali pada hari libur nasional museum tutup.
Harga tiket sangat terjangkau Dewasa/Mahasiswa Rp.2000,Anak-anak/Pelajar Rp.1000,Rombongan lebih dari 40 orang diskon 10%.
Dengan hanya Rp.2000,00 kita sudah bisa menyelami keunikan sejarah dan kebudayaan bangsa,jadi jangan ragu untuk berkunjung ke museum yang ada di kota kita,karena dengan memasuki museum kita seolah-seolah diajak kemasa lampau dan menyelami seluk beluk kebudayaan serta ilmu pengetahuan.
Mari kita ikut terlibat dalam program “Tahun Kunjungan Museum” Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata Indonesia dan ikut serta menjaga kelestariannya.